Senin, 25 Mei 2009

Pengertian Waris

Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek kehidupan manusia,termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam mengajarkan tentang pembagian harta warisan dengan seadil - adilnya agar harta menjadi halal dan bermanfaat serta tidak menjadi malapetaka bagi keluraga yang ditinggalkannya. Dalam kehidupan di masyaraakat, tidak sedikit terjadi perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah akibat perebutan harta warisan.

Pembagian harta warisan didalam islam diberikan secara detail, rinci, dan seadil-adilnya agar manusia yang terlibat didalamnya tidak saling bertikai dan bermusuhan. Dengan adanya system pembagian harta warisan tersebut menunjukan bahwa islam adalah agama yang tertertib,teratur dan damai. Pihak-pihak yang berhak menerima warisan dan cara pembagiannya itulah yang perlu kita pelajari pada bab ini.

A. Pengertian Mawaris

Kata mawaris berasal dari kata waris ( bahasa arab ) yang berarti mempusakai harta orang yang sudah meninggal, atau membagi-bagikan harta peninggalan orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya. Ahli waris adalah orang-orang yang mempunyai hak untuk mendapat bagian dari harta peninggalan

orang yang telah meninggal. Ahli waris dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan ( lihat QS:Al - baqarah : 188 ). Karena sensitif atau rawannya masalah harta warisan itu, maka dalam agama islam ada ilmu faraid, yaitu ilmu yang mempelajari tentang warisan dan perhitungannya. Salah satu dari tujuan ilmu tersebut adalah tidak terjadi perselisihan atau perpecahan.

Ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu sebagai berikut:

1. Anak laki-laki

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah

3. Bapak

4. Kakak dari bapak dan terus keatas

5. Saudara laki-laki sekandung

6. Saudara laki-laki sebapak

7. Saudara laki-laki seibu

8. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung

9. Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak

10. Paman yang sekandung dengan bapak

11. Paman yang sebapak dengan bapak

12. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak

13. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak

14. Suami

15. Laki-laki yang memerdekakan si pewaris

( Keterangan no.1 – 13 berdasarkan pertalian darah. Jika lima belas orang itu ada, maka yang dapat menerima hanya tiga, yaitu anak laki-laki, suami, dan bapak ).

Ahli waris perempuan ada 10, yaitu sebagai berikut:

1. Anak perempuan

2. Cucu perempuan dari anak laki-laki

3. Ibu

4. Nenek dari ibu

5. Nenek dari bapak

6. Saudara perempuan kandung

7. Saudara perempuan bapak

8. Saudara perempuan seibu

9. Istri

10. Wanita yang memerdekakan si pewaris

( Keterangan no.1 - 8 berdasarkan pertalian darah. Jika 10 orang itu ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya lima orang yaitu, Istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan, dan saudara perempuan kandung )

Jika 25 ahli waris itu ada, maka yang bisa menerimanya hanya lima orang yaitu, suami atau istri, ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.

B. Dalil Tentang Mawaris

1. Ahli waris adalah orang yang berhak menerima warisan sebagaimana yang telah ditetapkan berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.

Artinya:”Bagi orang yang laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya.baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”( QS. An Nissa:7 )

Selanjutnya lihat pula Qs. An Nissa ayat 11, 12, dan 176.

2. Dari hadits Rasulullah saw, ada yang menerangkan bagian warisan untuk saudara perempuan yang lebih dua orang, bagian nenek dari bapak dan dari ibu serta bagian cucu perempuan dari anak laki - laki dan lain-lain.

Zaid bin sabit adalah sahabat Rasulullah saw.dari kalangan Anshar yang berasal dari suku khajraj. Ia lahir di madinah tahun 11 SH/611M. Ia masuk islam pada tahun pertama hijriyah dan menjadi sekretaris Rasulullah saw. Untuk menulis wahyu yang turun, menulis surat - surat untuk pembesar kaum yahudi serta menjadi penyusun mushaf di masa khalifah Abu Bakar As Siddiq. Ia dikenal sangat ahli dalam ilmu Al Qur’an, tafsir, hadits dan khususnya faraid sehingga dijuluki Ulama masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khattab dan Usman bin Affan, ia menjabat sebagai mufti ( ahli fatwa ) yang paling berpengaruh dalam bidang faraid, bahwa Rasulullah sendiri pernah bersabda, ”Yang paling ahli dalam ilmu faraid di antara kalian adaah Zaid bin Sabit.”( HR.Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal ). Zaid bin Sabit wafat di Madinah pada tahun 45H/665M.

Artinya:” Sesungguhnya hak wali adalah untuk orang yang memerdekakan.”( Muttafakun alaih )

Artinya:” Berikan warisan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan sisanya untuk orang laki-laki yang paling berhak.”( Muttafakun alaih )

Artinya:” Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada orang yang memiliki hak dan tidak ada wasiat untuk ahli waris.”( HR.Abu Daud )

C. Ketentuan Hukum Islam Tentang Mawaris

Berdasarkan ketentuan perolehan atau bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dikatagorikan menjadi 2 golongan,yaitu sebagai berikut :

1. Zawil Furud

Zawil Furud adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya sudah ditentukan oleh dalil Al Quran dan Hadits (lihat QS.An Nissa:11, 12, dan 176). Dari ayat Al Qur’an tersebut, dapat diuraikan orang yang mendapat seperdua, seperempat, dan seterusnya.

A. Ahli waris yang mendapa 1/2 , yaitu sebagai berikut:

1). Anak pempuan tunggal

2). Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki

3). Saudara perempuan tunggal yang sekandung

4). Saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan yang sekandung tidak ada

5). Suami apabila istrinya tidak mempunyai anak, atau cucu (laki-laki ataupun perempuan) dari anak laki-laki

B. Ahli waris yang mendapat 1/4, yaitu sebagai berikut:

1). Suami apabila istrinya mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki

2). Istri ( seorang atau lebih ) apabila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki

C. Ahli waris yang mendapat 1/8, yaitu istri ( seorang atau lebih ) apabila suami mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki

D. Ahli waris yang mendapat 2/3, yaitu sebagai berikut:

1. Dua orang anak perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-laki ( menurut sebagian besar ulama )

2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki apabila anak perempuan tidak ada

( diqiyaskan kepada anak perempuan )

3. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung ( seibu sebapak )

4. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak

E. Ahli waris yang mendapat 1/3, yaitu sebagai berikut:

1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu, atau dia tidak saudara - saudara ( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau yang seibu

2. Dua orang atau lebih ( laki-laki atau perempuan ) yang seibu apabila tidak ada anak atau cucu atau anak

F. Ahli waris yang mendapat 1/6, yaitu sebagai berikut:

1. Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu mempunyai cucu ( dari anak laki-laki ) atau mempunyai saudara-saudara( laki-laki atau perempuan ) yang sekandung, yang sebapak atau seibu

2. Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( laki-laki atau perempu an ) dari anak laki-laki

3). Nenek ( ibu dari ibu atau ibu dari bapak ). Nenek mendapat 1/6 apabila ibu tidak ada. Jika nenek dari bapak atau ibu masih ada, maka keduanya mendapat bagian yang sama dari bagian yang 1/6 itu

4). Cucu perempuan ( seorang atau lebih ) dari laki-laki apabila orang yang meninggal mempunyai anak tunggal. Akan tetapi, apabila anak perempuan lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa

5). Kakek apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu ( dari anak laki-laki ), sedangkan bapaknya tidak ada

6). Seorang saudara ( laki-laki atu perempuan ) yang seibu

7). Saudara perempuan yang sebapak ( seorang atau lebih ) apabila saudaranya yang meninggal itu mempunyai seorang saudara perempuan kandung. Ketentuan pembagian seperti itu dimaksudkan untuk menggenapi jumlah bagian saudara kandung dan saudara sebapak menjadi 2/3 bagian. Apabila saudara kandungnya ada dua orang atau lebih, maka saudara sebapak tidak mendapat bagian

2. Asabah

Asabah adalah ahli waris yang bagian penerimanya tidak ditentukan, tetapi menerima dan menghabiskan sisanya. Apabila yang meninggal itu tidak mempunyai ahli waris yang mendapat bagian tertentu ( zawil furud ), maka harta peninggalan itu semuanya diserahkan kepada asabah. Akan tetapi apabila ada diantara ahli waris yang mendapat bagian tertentu, maka sisanya menjadi bagian asabah yang dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

A. Asabah binafsih

Asabah binafsih yaitu asabah yang berhak mendapat semua harta atau semua sisa, diatur menurut susunan sebagai berikut:

1. Anak laki-laki

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal saja pertaliannya masih terus laki – laki

3. Bapak

4. Kakek ( datuk ) dari pihak bapak dan terus keatas, asal saja pertaliannya belum putus dari pihak bapak

5. Saudara laki - laki sekandung

6. Saudara laki - laki sebapak

7. Anak saudara laki - laki kandung

8. Anak laki - laki kandung

9. Paman yang sekandung dengan bapak

10. Paman yang sebapak dengan bapak

11. Anak laki - laki paman yang sekandung dengan bapak

12. Anak laki - laki paman yang sebapak dengan bapak

Asabah - asabah tersebut dinamakan asabah binafsih, karena mereka langsung menjadi asabah tanpa disebabkan oleh orang lain. Apabila asabah tersebut diatas semuanya ada, maka tidak semua dari mereka mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang ( asabah ) yang lebih dekat dengan pertaliannya, dengan orang yang meninggal itu. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut yang tersebut diatas.

Jika ahli waris yang ditinggalkan itu anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta atau semua sisa. Cara pembagiannya ialah untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.

Artinya:”Allah telah menetapkan tentang pembagian harta warisan terhadap anak-anak. Untuk seorang laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan.” ( QS. An Nisa:11 )

B. Asabah Bilgair

Perempuan juga ada yang menjadi asabah dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah dengan ketentuan bahwa untuk laki-laki mendapat dua kali lipat perempuan

2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki yang dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah

3. Saudara laki-laki sekandung juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah

4. Saudara laki-laki sebapak juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah

Keempat macam asabah diatas dinamakan asabah bilgair ( asabah dengan sebab orang lain ). Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara pembagiannya adalah untuk saudara laki - laki dua kali lipat perempuan( QS.An Nisa:176 )

C. Asabah Ma’algair

Selain daripada yang telah disebutkan sebelumnya, ada dua lagi asabah yang dinamakan asabah ma’algair ( asabah bersama orang lain ). Asabah ini hanya dua macam, yaitu sebagai berikut:

1. Saudara perempuan sekandung apabila ahli warisnya saudara perempuan sekandung ( seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ) atau saudara perempuan sekandung dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Sesudah ahli waris yang lain mengambil bagian masing-masing, sisanya menjadi bagian saudara perempuan tersebut.

2. Saudara perempuan sebapak apabila ahli saudara perempuan sebapak ( seorang atau lebih ) dan anak perempuan ( seorang atau lebih ), atau saudara perempuan sebapak dan cucu perempuan ( seorang atau lebih ), maka saudara perempuan menjadi asabah ma’algair. Jadi, saudara perempuan sekandung atau sebapak dapat menjadi asabah ma’algair apabila mereka tidak mempunyai saudara laki-laki. Akan tetapi, apabila mereka mempunyai saudara laki - laki maka kedudukannya berubah menjadi asabah bilgair ( saudara perempuan menjadi asabah karena ada saudara laki - laki ).

3.Hijab dan Mahjub

Hijab ( penghalang ), yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak dapat menerima, atau bisa menerima, tetapi bagiannya menjadi berkurang.

Hijab dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Hijab hirma,yaitu ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih jauh sama sekali tidak menerima bagian. Contohnya, kakek terhalang oleh bapak, dan cucu terhalang oleh anak

2. Hijab nuqsan ( mengurangi ), yaitu ahli waris lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh bagiannya berkurang Contoh, jika jenazah meninggalkan anaknya, suami mendapat 1/4, dan jika tidak meninggalkan anak mendapat 1/2

Mahjub ( terhalang ), ahli waris yang lebih jauh terhalang oleh ahli waris waris yang lebih dekat sehingga sama sekali tidak dapat menerima, atau menerima, tetapi bagiannya berkurang

4. Batalnya Hak Menerima Waris

Sekalipun berhak menerima waris yang seseorang meninggal dunia, tetapi hak itu dapat batal karena hal - hal berikut ini.

1. Tidak beragama islam. Hukum islam hanya untuk umat islam, maka seorang bapak yang tidak beragama islam tidak mewarisi harta anaknya yang beragama islam, demikian juga sebaliknya

2. Murtad dari agama islam. Sekalipun mulanya beragama islam, tetapi kemudian pindah agama lain, maka ia tidak berhak lagi mempusakai harta keluarganya yang beragama islam

3. Membunuh. Orang yang membunuh tidak berhak mendapat harta waris dari orang yang dibunuhnya sebagaimana sabda Rasulullah.,”Tidaklah si pembunuh mewarisi harta orang yang dibunuhnya,sedikitpun. “( HR.Ahli Hadits )

4. Menjadi hamba. Seseorang yang menjadi hamba orang lain tidak berhak menerima harta waris dari keluarganya karena harta harta tersebut akan jatuh pula ketangan orang yang menjadi majikannya ( lihat QS.An Nahl:75 )

D. Ketentuan Tentang Harta Sebelum Pembagian Warisan

Pada saat jenazah telah dimakamkan, sebelum dilaksanakan pembagian warisan, pihak keluarga atau ahli waris terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan, yaitu sebagai berikut:

1. Zakat, apabila telah sampai saatnya untuk mengeluarkan zakat harta, maka harta peninggalan dikeluarkan untuk zakat mal terlebih dahulu atau zakat fitrah

2. Hutang, apabila si jenazah meninggalkan hutang, maka hutang itu harus dibayar lebih dulu

3. Biaya perawatan, yaitu pembelanjaan yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan dan pengurusan jenazah seperti membeli kain kafan dan biaya penguburan hingga si jenazah selesai dimakamkan

4. Membayar wasiat, apabila sebelum meninggal ia berwasiat, maka harus dibayarkan lebih dulu, asalkan tidak melebihi⅓ harta peninggalan. Berwasiat tidak dibenarkan kepada ahli waris karena mereka telah mendapat bagian dari harta warisan yang akan ditinggalkannya. Lain halnya semua ahli waris setuju bahwa sebagian dari harta peninggalan itu boleh di wasiatkan kepada seseorang di antara mereka

5. Memenuhi nazar jenazah ketika masih hidup dan belum sempat dilaksanakan. Misalnya, nazar untuk mewakafkan sebidang tanahnya, dan nazar untuk ibadah haji.

Apabila semua hak yang tersebut di atas telah di selesaikan semuanya, maka harta warisan yang masih ada dapat dibagi - bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.

E. Perhitungan Dalam Pembagian Warisan

Jika seseorang meninggal dunia, kemudian ada ahli waris yang mendapat 1/6 bagian, dan seorang lagi mendapat 1/4 bagian, maka pertama - tama harus dicari KPK ( kelipatan persekutuan terkecil ) dari pembilang 6 dan 4, yaitu bilangan 12. Didalam ilmu faraid, KPK disebut asal masalah.

Asal masalah dalam ilmu faraid ada 7 macam, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24.

Contoh kasus 1.

Ada seseorang perempuan meninggal dunia, ahli warisnya adalah bapak, ibu, suami, dua anak laki-laki, dan satu anak perempuan. Harta peninggalannya sebanyak Rp 1.800.000. Berapakah bagian masing - masing ahli waris?

Bapak = 1/6 ( karena ada anak laki-laki )

Ibu = 1/6 ( karena ada anak )

Suami = 1/4 ( karena ada anak )

Anak = Asabah ( karena ada anak laki-laki dan perempuan )

Asal masalah (KPK) = 12

Bapak = 1/6 * 12 = 2

Ibu = 1/6 * 12 = 2

Suami = 1/4 * 12 = 3

Jumlah = 7

Sisa ( bagian anak ) = 12 – 7 = 5

Bagian bapak = 2/12*Rp 1.800.000 = Rp 300.000

Bagian ibu = 2/12*Rp 1.800.000 = Rp 300.000

Bagian suami = 3/12*Rp 1.800.000 = Rp 450.000

Bagian anak = 5/12*Rp 1.800.000 = Rp 750.000

Untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan sehingga dua anak laki-laki mendapat empat bagian dan seorang anak perempuan mendapat satu bagian. Harga warisan sisanya dibagi lima(5).

Bagian seorang anak laki-laki =2/5 * Rp750.000 = Rp300.000

Bagian seorang anak perempuan =1/5 * Rp750.000 = Rp150.000

Didalam praktek pelaksanaan pembagian harta warisan, sering di jumpai kasus kelebihan atau kekurangan harta sehingga pembagian harta waris memerlukan metode perhitungan yang tepat.

Sebagaimana contoh 1, sebelum memulai pembagian harta warisan, lebih dulu harus ditetapkan angka asal masalah, yaitu mencari angka ( kelipatan persekutuan ) terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris guna memudahkan dalam operasional hitungan. Misalnya bagian ahli waris 1/2 dan 1/3, angka asal masalahnya ( KPK ) adalah 6 karena 6 dapat dibagi 2 dan 3 ( penyebutnya ). Bagian ahli waris 1/4, 2/3, 1/6, 1/4 angka asal masalahnya adalah 12 karena angka 12 dapat dibagi 2, 3, dan 6. Bagian ahli waris 1/8 dan 2/3, angka masalahnya 24 karena angka 24 dapat dibagi 8 dan 3. Demikian seterusnya.

Contoh kasus 2.

A. Seseorang meninggal dunia, mewarisi harta sebesar Rp 12.000.000. Ahli warisnya terdiri dari suami, anak perempuan, cucu perempuan dan saudara perempuan sekandung, masing-masing mendapat bagian 3-6-2-1. Pembagiannya adalah sebagai berikut:

_, Suami ( 1/4 ) = 3/12 * Rp 12.000.000 = Rp 3.000.000

_, Anak perempuan ( 1/2 ) = 6/12 * Rp 12.000.000 = Rp 6.000.000

_, Cucu perempuan ( 1/6 ) = 2/12 * Rp 12.000.000 = Rp 2.000.000

_, Saudara perempuan (1/2)= 1/12 * Rp 12.000.000 = Rp 1.000.000

B. Seseorang meninggal dunia meninggalkan harta warisan sebesar Rp 36.000.000 dan ahli waris terdiri dari ibu, suami, dan dua saudara seibu, masing-masing mendapat bagian 1, 3, 2, pembagiannya adalah P:

_, Ibu (1/6) = 1/6 * Rp 36.000.000 = Rp 6.000.000

_, Suami (1/2) = 3/6 * Rp 36.000.000 = Rp 18.000.000

_, 2 Saudara (1/3) = 2/6 * Rp 36.000.000 = Rp 12.000.000

C. Si pulan meninggal dunia meninggalkan harta warisan senilai Rp 14.400.000 dan meninggalkan ahli waris terdiri dari istri, cucu perempuan serta ibu masing-masing mendapat bagian 3, 12, 4, pembagian sebagai berikut:

_, Istri (1/8) = 3/24 * Rp 14.400.000 = Rp 1.800.000

_, Cucu perempuan (1/2) = 12/24 * Rp 14.400.000= Rp 7.200.000

_, Ibu (1/6) = 4/24 * Rp 14.400.000 = Rp 2.400.000

Keterangan sisa harta Rp 3.000.000 diberikan kepada baitul mal.

Hal-hal yang harus kita perhatikan sebelum menghitung pembagian hak waris adalah sebagai berikut:

1. Supaya diperhatikan susunan ahli waris, apakah ada yang terhalang ( mahjub ) atau tidak ( gairu mahjub )

2. Kita harus bisa membedakan atau memisahkan antara ahli waris zawil furud atau asabah. Jika ternyata ada asabah lebih dari 1 kelompok maka asabah yang urutannya lebih besar atau jauh supaya mengalah, dan turun derajatnya menjadi ahli waris zawil furud.

F. Hukum Adat Tentang Warisan Dalam Pandangan Hukum Islam

Pembagian harta warisan menurut hukum adat biasanya dilakukan atas dasar kekeluargaan dan kerukunan serta keadilan antara para ahli waris. Masalah pihak yang berhak memperoleh warisan, biasanya diutamakan mereka yang paling dekat dengan si jenazah, bahkan secara adat biasanya anak angkatpun memperoleh warisan karena kedekatannya itu.

Menurut hukum adat, harta peninggalan itu terdiri dari:

1. Harta peninggalan yang tidak dibagi( contohnya harta pusaka menurut adat Minang Kabau )

2. Harta benda yang dibagi, yaitu:

a. Harta yang diberikan orang tua pada waktu mereka masih hidup. Dalam hal ini ayah membagi-bagikan harta kekayaannya kepada anak - anaknya atas dasar persamaan hak.

b. Harta yang diwariskan sewaktu orang tua masih hidup, tetapi penyerahannya dilakukan setelah ayah atau ibu wafat.

Pembagian harta warisan secara adat di beberapa daerah bermacam-macam bentuknya sesuai dengan karakter daerahnya masing-masing. Contonya di Aceh, pekarangan rumah peninggalan harus diberikan kepada anak perempuan yang tertua, sedangkan di daerah Sumatra utara ( Batak ), pekarangan rumah harus diberikan kepada anak laki-laki tertua atau termuda, sedangkan benda-benda keramat untuk anak laki-laki dan benda-benda perhiasan untuk perempuan.

1. Hukum Adat Yang Sesuai Dengan Hukum Islam

Sebagaiman telah disebutkan diatas, bahwa hukum waris yang diundangkan oleh islam terdapat 2 macam kebaikan:

a. Islam mengikut sertakan kaum wanita sebagai ahli waris sebagaimana kaum pria

b. Islam membagi harta warisan kepada segenap ahliu waris secara demokratis dan adil.

Dalam pembagian harta, biasanya berpijak pada dasar pemikiran yang konkret, yakni memandang kepada wujud harta yang di tinggalkan sehingga harta peninggalan itu tidak diperhitungkan secara rinci sesuai aturan agama. Pembagian dilakukan menurut keadaan bendanya dengan pembagian yang dipandang wajar misalnya ada yang memperoleh rumah, sawah, mobil, dan gedung.

Menurut hukum adat, penbagian harta warisan dilakukan setelah dibayarkan hutang-hutang dan sangkut paut lainnya dari orang yang meninggal. Oleh karena itu, hukum adat tersebut diatas mempunyai kemiripan, dan ketentuannya yang di benarkan oleh hukum waris menurut ajaran agama islam.

2. Hukum Adat Yang Tidak Sesuai Dengan Ajaran Islam

Adapun hukum adat yang tidak sesuai dengan ajaran islan adalah apabila pembagiannya hanya berdasarkan nafsu atau ketidakadilan, seperti halnya hanya memiih-milih atau terpaksa memberikan warisan karena adanya ancaman dari pihak ahli waris. Salah satu contoh yang tidak sesuai dengan hukum islam, antara lain anak angkat mendapat warisan, anak perempuan lebih banyak mendapatkan harta warisan dari anak-anak laki-laki, atau pembagian harta warisan tanpa ada musyawarah ( mufakat ) lebih dulu.

G. Hikmah Mawaris

Beberapa hikmah yang dapat diambil dari pengaturan waris menurut islam antara lain sebagai berikut:

1. Dengan adanya ketentuan waris itu disamping akan membawa keteraturan dan ketertiban dalam hal harta benda, juga untuk memelihara harta benda dari satu generasi ke generasi lain.

2. Dapat menegakan nilai-nilai perikemanusiaan, kebersamaan, dan demokratis di antara manusia, khususnya dalam soal yang menyangkut harta benda.

3. Dengan mempelajari ilmu waris berarti seorang muslim telah ikut memelihara dan melaksakan ketentuan-ketentuan dari Allah swt. Yang terdapat dalam Al Qur’an.

4. Menghindarkan perpecahan antar keluarga yang disebabkan oleh pembagian harta warisan yang tidak adil. Mengalirkan harta peninggalan kepada yang lebih bermanfa’at agar lebih terjaminnya kesejahteraan keluarga secara merata.

5. Memelihara harta peninggalan dengan baik sehingga harta itu menjadi amal jariah bagi si jenazah.

6. Memperhatikan anak yatim karena dengan harta yang di tinggalkan oleh orang tuanya kehidupan anak - anak yang di tinggalkan itu akan lebih terjamin.

7. Dengan pembagian yang merata sesuai dengan syariat, maka masing-masing anggota keluarga akan merasakan suatu kepuasan sehingga dapat hidup dengan tentram.

8. Dengan mengetahui ilmu mawaris, maka setiap anggota keluarga akan memahami hak-hak dirinya dan hak-hak orang lain, sehingga tidak akan terjadi perebutan terhadap harta warisan tersebut.

Rangkuman

1. Mawaris adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian harta warisan. Mawaris sering disebut ilmu Fara’id karena mempelajari pembagian-pembagian penerima yang sudah ditentukan sehingga ahli waris tidak boleh mengambil harta waris melebihi ketentuan.

2. Ahli waris zawil furud adalah para ahli waris yang bagian-bagian penerimaannya sudah ditentukan. Ahli waris asabah adalah para ahli waris yang bagiannya tidak ditentukan, tetapi menerima dan menghabiskan sisanya. Hijab atau penghalang adalah ahli waris yang lebih dekat dapat menghalangi ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak menerima atau bisa menerima, tetapi bagiannya menjadi berkurang. Mahjub atau Terhalang adalah ahli waris yang lebih jauh terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat sehingga tidak dapat menerima atau menerima, tetapi berkurang bagiannya.

3. Sekalipun mempunyai hak menerima waris dari seseorang yang meninggal dunia, tetapi hak itu dapat batal karena tidak beragama islam, murtad dari agama islam, membunuh, atau menjadi hamba.

4. Pihak keluarga atau ahli waris terlebih dulu harus menyelesaikan beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan, yaitu , zakat, hutang, biaya perawatan, membayar wasiat, dan memenuhi nazar jenazah ketika masih hidup dan belum sempat dilaksanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar